Posted by: katabuku | May 9, 2008

Di Ambang Pintu Pengharapan

On The Threshold of Hope

Penulis: Diane Langberg; Penerbit: BPK Gunung Mulia 2008

Menurut pengakuan penulisnya, buku ini ditulis langsung ataupun tidak langsung berdasarkan kehidupan dan perkataan banyak orang yang telah bertahan hidup dari kekerasan seksual. Setiap orang itu membawa sebuah kisah, atau sebagian kisah pengalamannya kepada penulis. Menggali kisah-kisah seperti itu tentu memerlukan banyak sekali pengorbanan.

Buku ini merupakan pengendapan dari kisah-kisah para korban kekerasan seksual yang dapat bertahan hidup. Langberg telah mendengarkan para korban kekerasan seksual selama lebih dari dua puluh lima tahun, dan menulis dalam buku ini banyak hal yang telah mereka katakan, rasakan dan tanyakan. Pekerjaannya sebagai seorang konselor telah membawanya ke dalam hubungan dengan orang-orang dewasa yang mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanak mereka. Itu berarti, menurut Langberg, dia sudah menjumpai laki-laki dan perempuan dewasa yang mengalami kekerasan seksual sebelum mereka berumur delapan belas tahun.

Pada umumnya, orang mendekati korban yang mengalami trauma dipenuhi oleh perasaan yang bercampur aduk. Oleh karena itu, pada bagian 1 Langberg membawa pembaca untuk menyesuaikan diri dengan topik tentang kekerasan seksual. Buku ini tidak bermaksud membebani kita dengan dosa dan penderitaan akibat kekerasan seksual, melainkan, di tengah dosa dan penderitaan itu, buku ini bertujuan membangkitkan harapan akan pemulihan dan perubahan.

Buku ini ditulis terutama untuk orang-orang yang sudah pernah mengalami kekerasan seksual. Selebihnya, buku ini juga untuk orang-orang yang sudah memilih untuk berjalan mendampingi para korban kekerasan seksual yang mampu bertahan hidup selama mereka berjuang untuk menghadapi sejarah hidup mereka.

Kebanyakan dari para korban kekerasan seksual yang bertahan hidup yang ditemui Langberg, tidak mengira bahwa Alkitab menceritakan banyak kisah tentang kekerasan seksual. Ternyata, kebanyakan dari mereka mendapati orang-orang yang melakukan kekerasan seksual terhadap diri mereka menggunakan teks-teks kitab suci untuk membenarkan tindakan kekerasan tersebut. Judul buku ini (Di Ambang Pintu) diambil dari kisah tragis dalam Hakim-hakim 19 tentang seorang gundik yang diserahkan tuannya (orang Lewi) kepada orang-orang suku Benyamin sebagai pengganti keselamatan dirinya sendiri. Perempuan itu diperkosa secara bergantian sampai pagi hari. Dengan tubuh yang begitu lemah dan terluka, ia tergeletak di depan pintu rumah dengan tangannya pada ambang pintu rumah tempat tuannya menginap. Perempuan itu mati dalam harapan akan keselamatan (tangan pada ambang pintu).

Dalam buku ini penulis sengaja memilih ungkapan “korban kekerasan seksual yang bertahan hidup”. Istilah survive (= bertahan) berasal dari istilah Latin supervivere. Secara harfiah, kata itu berarti “hidup melampaui kemampuan”. To survive berarti tetap hidup menghadapi rintangan. Jadi, korban kekerasan seksual yang bertahan hidup adalah orang yang telah mengalami pengalaman luar biasa, tetapi mengatur dirinya agar tetap hidup.

Dalam bagian 2 Langberg membicarakan apakah artinya menceritakan kisah pengalaman korban bagi korban itu sendiri – sebab bagi beberapa orang korban mungkin hal ini baru pertama kalinya – dan kita akan mendiskusikan apa yang terjadi setelah korban menceritakan kisahnya. Kita akan memeriksa, bukan hanya definisi dari beberapa istilah yang akan menolong korban memahami apa yang telah terjadi pada dirinya, melainkan juga dampak dari trauma di dalam kehidupan korban.

Langberg, pada bagian 3, mengajak untuk memperhatikan beberapa wilayah kepribadian dalam diri korban dan apa saja yang rusak karena kekerasan seksual: tubuh, emosi, pikiran, pergaulan dan rohani. Banyak yang terbaca akan sangat menyakitkan, dan Langberg mengingatkan korban untuk memedulikan dirinya sendiri selama berada dalam proses pemulihan.

Dalam bagian 4 Langberg membahas tentang upaya pemulihan bagi korban kekerasan seksual. Ada dua penting yang harus diketahui. Pertama, korban perlu mengerti apa dampak kekerasan yang telah berlangsung. Pemulihan dapat dilakukan secara tepat hanya bila lukanya diketahui. Semakin banyak korban mengerti tentang kekerasan seksual yang dialami, korban semakin tahu tentang pemulihan yang diperlukan di mana dapat memperolehnya. Kedua, selalu ada harapan. Seberapa parah pun korban sudah terluka, ada harapan untuk mengalami pemulihan. Pemulihan adalah proses dan pertumbuhan terjadi seumur hidup.

Terakhir, bagian 5 bertujuan membantu korban menemukan pertolongan yang dibutuhkan dan memberikan pedoman kepada orang yang memilih untuk berjalan mendampingi korban di sepanjang perjalanannya. Bila kita sedang menderita, kita memerlukan seseorang untuk berjalan menyertai kita. Allah telah memanggil kita untuk saling memedulikan dan memberikan perhatian khusus kepada orang-orang yang lebih lemah (1 Kor. 12). Siapa pun yang merasakan kesakitan akibat kekerasan seksual dan sedang mencari pemulihan dan pembaruan berada di kalangan yang “lemah”.

Buku dikemas dalam susunan yang sederhana, ringkas, tetapi sistematis dalam membantu orang-orang yang terlibat dalam tindakan pemulihan terhadap dirinya maupun orang-orang lain yang pernah menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, buku dapat menjadi panduan dalam program-program pemberdayaan yang berpihak pada korban kekerasan seksual, yang selama ini selalu terabaikan karena cerita-cerita mereka dianggap tidak penting atau selalu dituduh sebagai penyebab.

Steve Gaspersz


Leave a comment

Categories